APBIPA Bali

Abstrak & Pemakalah

Abstrak & Pemakalah

Peran Penutur Asli dalam Pembelajaran Bahasa Asing di Era Teknologi

by: Ismet Fanany
Abstrak Memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) dalam pembelajaran bahasa asing telah memperluas akses terhadap bahan ajar yang otentik dan unsur budaya secara signifikan. Namun, meskipun AI dapat meningkatkan latihan terstruktur, penutur asli tetap menjadi bagian yang tidak tergantikan dalam memastikan kedalaman pemahaman, kefasihan, dan kompetensi budaya. Makalah ini mengkaji peran penutur asli yang terus berkembang di era teknologi, dengan membicarakan kontribusi mereka dalam penyempurnaan pengucapan, penggunaan kontekstual, dan keikutsertaan dalam percakapan di dunia nyata. Dengan membandingkan keterampilan bahasa berbasis AI dengan interaksi manusia, kajian ini memperlihatkan bagaimana penutur asli dapat memberikan umpan balik korektif yang lebih bernuansa, memperkaya pembelajaran sosial dan emosional, serta memfasilitasi alur percakapan yang alami. Selanjutnya dibicarakan bagaimana strategi untuk memaksimalkan interaksi antara pelajar dan penutur asli dalam institusi pembelajaran bahasa yang memiliki keterbatasan sumber daya. Misalnya akan dibicarakan skenario role playing dan metode bercerita yang imersif. Makalah ini berkesimpulan bahwa meskipun kemampuan AI semakin berkembang, penutur asli tetap memainkan peranan kunci dalam membimbing pelajar melampaui kefasihan mekanis menuju kompetensi komunikasi dan literasi budaya yang lebih mendalam.

Pengajaran dan Pembelajaran Abreviasi Leksikal dalam Konteks BIPA

Habib Zarbaliyev Ajerbaizan University of Languages

Menurut prinsip fonetik, singkatan atau abreviatur dibagi menjadi grafis dan leksikal. Singkatan grafis (seperti dsb < dan sebagainya) hanya digunakan dalam teks tertulis dan tidak memiliki bentuk suara, sedangkan singkatan leksikal merupakan kompleks bunyi yang berdiri sendiri dan dapat diucapkan. Dalam suatu bahasa, singkatan leksikal dibentuk menurut pola tertentu dan bergantung pada jenis satuan sumbernya. Namun, ketika mengklasifikasikan singkatan bahasa Indonesia, tidak selalu mungkin untuk menelusuri pola yang satu atau yang lain. Makalah ini berupaya menemukan ciri-ciri umum klasifikasi singkatan leksikal. Menurut struktur pembentukannya, ada lima jenis singkatan leksikal: singkatan inisial (atau akronim), singkatan suku kata, singkatan fragmentaris atau teleskopik, singkatan campuran dan singkatan parsial. Masing-masing jenisnya mencakup sejumlah jenis struktural yang dibentuk dengan cara tertentu. Akronim dibentuk dari huruf atau bunyi inisial pada kata-kata yang disingkat. Kami telah menentukan jenis-jenis strukturnya seperti akronim huruf (MPR [em’pe’er] < Majelis Permusyawaratan Rakyat), akronim bunyi (APİ < Angkatan Pemuda Indonesia), dan akronim bunyi dan huruf (di dalamnya, beberapa huruf diucapkan berdasarkan namanya, dan yang lainnya dengan bunyinya: IAIN [i’a’in] < Institut Agama Islam Negeri). Singkatan suku kata dibentuk dari gabungan suku kata yang menempati posisi awal (eksim < ekspor-impor) atau posisi akhir (danmen < komandan keuntungan) pada kata-kata yang disingkat. Teleskopi merupakan perpaduan dua atau lebih kata atau batangnya yang terpotong (terfragmentasi), sehingga menghasilkan pembentukan kata baru. Fragmen dalam berbagai komponen singkatan teleskopik dapat sama dengan suku kata, lebih atau kurang dari suku kata (SUM < staf umum, Sulteng < Sulawesi Tengah; Deptan < Departemen Pertanian, Germindo < Gerakan Mahasiswa Indonesia, dishumas < dinas hubungan masyarakat). Singkatan campuran dibentuk dari gabungan satu komponen penuh dan satu atau lebih fragmen komponen-komponen, serta dari gabungan beberapa singkatan (Jokowi < Joko Widodo, İndomie < Indonesian mie, Menkeh HAM < Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia). Singkatan parsial terdiri dari bagian awal komponen pertama frasa aslinya (Pram < Pramudya Ananta Tur). Jenis struktur yang telah ditentukan memungkinkan kita untuk menyimpulkan bahwa pembentukan singkatan dalam bahasa Indonesia cenderung memiliki struktur yang dapat diucapkan sebagai sebuah kata, karena sebagian besar akronim dan ragam singkatan lainnya serta semua singkatan teleskopik dibentuk persis seperti sebuah kata. Singkatan-singkatan ini disusun sebagai sebuah kata sedemikian rupa sehingga frasa aslinya dapat dengan mudah dikenali dari komposisi fonemiknya. Inilah sebabnya fragmen-fragmen tersebut diambil dari bagian-bagian berbeda dari komponen-komponen frasa aslinya. Orang asing yang belajar bahasa Indonesia, dapat memperkaya kosa katanya secara signifikan dengan menguasai aturan-aturan ini.

Kecerdasan Buatan di BIPA: Kesempatan dalam Kesempitan?

Petrus Ari Santoso Universitas Keio, Jepang
Seiring dengan perkembangan penggunaan teknologi dalam pengajaran bahasa asing khususnya Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing, pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) semakin meluas. Di lain pihak, tidak sedikit kecerdasan buatan dianggap sebagai ‘momok’ yang bisa menyebabkan kemalasan dalam berpikir atau berlatih berbahasa. Oleh karena itu, apakah kita sebagai pengajar BIPA harus melarang atau membuka diri untuk memanfaatkan kecerdasan buatan dalam pengajaran? Sesi berbagi cerita dari Negeri Matahari Terbit atau Negeri Sakura ini bertujuan untuk memberikan ulasan terkini tentang persepsi para pengajar BIPA di Jepang dan beberapa ulasan penggunaan aplikasi kecerdasan buatan (AI) di kelas. Melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif data dikumpulkan melalui survei dan wawancara dengan pengajar BIPA dan pemelajar BIPA. Meskipun tidak bisa dijadikan generalisasi, hasil penelitian kecil ini menunjukkan pandangan positif terhadap penggunaan aplikasi kecerdasan buatan terutama dalam aspek peningkatan efisiensi pembelajaran dan pengembangan materi. Peneliti juga akan menambahkan pengalaman langsung memakai aplikasi kecerdasan buatan yang dapat membantu keterampilan berbicara, mendengarkan dan membaca. Temuan ini mengindikasikan bahwa masih dibutuhkan sosialisasi dan pelatihan penggunaan kecerdasan buatan dalam pengajaran BIPA secara bijak dan kontekstual di Jepang. Kata kunci: Kecerdasan buatan, persepsi, pengajaran BIPA

 

 

Pemahaman Antarbudaya dalam Pengajaran BIPA untuk Bisnis Indonesia-Australia

Wieke Gur Founder & Director Bahasa Kita Indonesian Language Online Resource As Indonesia–Australia economic ties deepen, teaching Indonesian as a Foreign Language (BIPA) for business purposes is increasingly relevant. For BIPA educators and educational institutions, it is essential to go beyond language instruction and equip learners with intercultural understanding for effective professional communication. Teachers must grasp cultural differences in business communication, leadership, decision-making, and work ethics between Indonesia and Australia. Intercultural competence enables the creation of contextual, inclusive, and career-relevant learning experiences. This presentation offers insights and culturally informed teaching strategies for BIPA educators and institutions to develop curricula that meet the needs of foreign learners engaging in Indonesia–Australia business settings.

Kajian Faktor dan Solusi yang Membuat Kita Salah Paham

Park Gihong Korean Center Indoensia Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penyebab mendasar kesalahpahaman yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan di masyarakat secara keseluruhan, serta untuk menawarkan solusi yang efektif. Terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan kesalahpahaman: perbedaan bahasa, perbedaan budaya, dan kurangnya pemahaman mengenai etika komunikasi. Pertama, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga dapat menyebabkan distorsi makna akibat perbedaan kosakata dan nuansa yang digunakan di berbagai daerah, generasi, dan kelompok tertentu. Kedua, beragam latar belakang budaya, termasuk diferensiasi antara individualisme dan kolektivisme, serta komunikasi langsung dan tidak langsung, menciptakan perbedaan pola pikir dan perilaku yang menghambat saling pengertian. Ketiga, norma kesopanan yang bervariasi di berbagai budaya memiliki cara yang berbeda dalam menghormati dan mempertimbangkan orang lain, yang berpotensi menyebabkan kesalahpahaman yang tidak disengaja. Sebagai solusi terhadap kesalahpahaman ini, tiga pendekatan diusulkan. Pertama, ketika kesalahpahaman muncul, penting untuk menghindari penilaian yang terburu-buru dan membangun konsensus melalui sikap memahami sudut pandang dan latar belakang pihak lain. Kedua, pembelajaran berkelanjutan diperlukan untuk memperluas wawasan dan memahami orang lain secara mendalam, yang dapat dicapai melalui studi bahasa, sejarah, norma sosial, dan cara komunikasi budaya lain. Ketiga, untuk memfasilitasi pemahaman dan pembelajaran ini, program pendidikan sistematis harus diperkenalkan di sekolah, perusahaan, dan masyarakat secara umum, yang memberikan panduan praktis tentang pemahaman budaya, komunikasi, dan etika internasional. Melalui berbagai upaya ini, penelitian ini bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman yang tidak perlu dan pada akhirnya berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih harmonis dan saling menghormati. Kata kunci: kesalahpahaman, perbedaan bahasa, perbedaan budaya, etika komunikasi, sikap memahami, sikap belajar, program pendidikan.

Korpus Pemelajar Bahasa Indonesia Beranotasi Eror (Koper): The First Indonesian Learner Corpus

David Moeljadi Kanda University of International Studies Learner corpora play a crucial role in second language acquisition research and foreign language pedagogy, especially in investigating how a learner’s first language (L1) influences the learning of a second language (L2). While several major languages such as English, Japanese, and Chinese have well-established learner corpora—for instance, the Michigan Corpus of Academic Spoken English (MICASE; Simpson et al., 1999) and the International Corpus Network of Asian Learners of English (ICNALE; Ishikawa, 2013)— no such corpus has been developed for Indonesian until now. This presentation introduces Korpus Pemelajar Bahasa Indonesia Beranotasi Eror (Koper), the first annotated learner corpus of Indonesian as a foreign language. Koper is an error-tagged corpus of learner essays developed to support both linguistic research and pedagogical practices in Indonesian language education (Moeljadi, 2023). It contains compositions written by students studying Indonesian at seven universities in Japan. Each essay is manually annotated using a comprehensive set of 62 error tags, organized into four main categories: lexical, grammatical, spelling, and other errors. Annotation is performed using the UAM Corpus Tool (O’Donnell, 2008) by a team of four Indonesian lecturers based in Japan. The development of Koper began in April 2023 and is ongoing. As of June 2025, the corpus includes 1,427 essays written by 351 students in 2023, comprising a total of 177,705 words, along with over 1,420 additional essays written by more than 260 students in 2024. In addition to error annotation, Koper incorporates rich metadata and undergoes systematic preprocessing to ensure data quality and consistency. Koper has already been utilized in research to identify high-frequency vocabulary used by learners, revealing interesting overlaps with both general Indonesian corpora and the BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) conversation corpus (Moeljadi, 2024). Current studies focus on learner error patterns and the influence of Japanese as L1 on Indonesian acquisition. Future expansions will involve collecting data from learners in other countries to broaden the scope and applicability of the corpus. By providing a robust empirical foundation for the analysis of learner language, Koper is expected to significantly enhance the development of Indonesian teaching materials, curriculum design, and teaching methodologies for foreign learners. References Ishikawa, Shin’ichiro. (2013). The ICNALE and Sophisticated Contrastive InterlanguageDavid